Beberapa waktu yang
lalu, di sebuah taman retreat milik gerejaku, aku bertemu dengan seorang
perempuan. Dia begitu memesona. Dengan pakaian putih, rambut diikat ekor kuda, dia
berjalan di depanku. Begitu dalam aku memandanginya, sampai- sampai tubuhku hampir
saja basah kuyup, karena jika aku bergerak selangkah lagi, tubuhku bakal masuk
ke kolam ikan.
"Dia siapa?"
, tanyaku kepada salah satu temanku.
"Ehemmm, ada yang
suka nih."
"Enggak lah mana
ada, gua tanya serius nih."
"Acieeeeeee."
, jawab temanku, sambil menunjuk-nunjuk aku.
"Sekali lagi kau
begitu, kucabut bulu hidungmu ya, awas kau."
Sejak saat itu, entah mengapa aku selalu
terbayang sosok perempuan tersebut. Untuk pertama kalinya, ada suatu gejolak
dalam hatiku. Namun, aku selalu menolak keras untuk menyebutnya cinta,
"kenal aja belum udah mau cinta-cintaan." , pikirku saat itu. Tetapi
entahlah, rasanya ingin sekali lagi berjumpa, tak lebih sekadar berkenalan
dengannya.
Waktu berlalu, gejolak yang sempat kuat dan
gagah perkasa, akhirnya mulai reda, mungkin karena tidak lagi bertemu
dengannya. Mungkin juga karena beberapa tugas kampus yang hampir berhasil
membuatku gila.
Suatu waktu, ketika sore menjelang malam,
aku ada kegiatan kampus di taman kota bersama teman- temanku. Kegiatan itu
mengharuskanku untuk pulang agak larut malam. Ketika sudah selesai, aku
bergegas menuju parkiran untuk mengambil motorku dan segera pulang. Ketika aku
akan pergi meninggalkan parkiran itu, aku melihat seorang perempuan, tepat
seperti yang aku lihat beberapa waktu lalu, duduk diam seperti menunggu
sesuatu, sekali-kali menatap langit yang kala itu terlihat abu-abu.
Tanpa basa-basi aku segera mendekatinya. Dia pun
terkejut, sesaat ketika aku sudah berdiri dekat dengannya.
"Siapa kamu, mau
apa kamu?" , dengan nada yang terlihat takut, dia bertanya kepadaku.
"Tenang- tenang,
aku orang baik kok." , jawabku untuk meyakinkan.
"Kenapa kamu di
sini", jawabnya sembari berusaha untuk berdiri.
"Tenang dulu,
perkenalkan aku Denis."
"Mau apa
kamu?"
"Aku liat kamu di
sini, duduk kaya nunggu sesuatu. Ini udah larut malam lho, kamu nggak
pulang?"
"Aku nunggu ojek,
udah dari tadi pesan tapi belum dateng.", jawabnya dengan wajah yang
cemas.
"Pulang bareng aku
aja gimana?"
"Tidak makasih,
aku nunggu ojek aja."
"Gapapa daripada
di sini sendirian, takutnya ada apa-apa." bujukku lagi kepada perempuan
itu.
"Sekali lagi
tidak, terima kasih." jawab perempuan itu, seakan-akan itu keputusannya
yang sudah bulat.
"Oke"
Setelah percakapan itu, akhirnya aku pergi
meninggalkan dia sendirian, tapi tidak terbesit sekalipun untuk benar-benar
meninggalkannya pergi. Aku memantau dia dari suatu tempat, karena aku juga
merasa kasihan meninggalkan seorang wanita di tengah gelapnya taman tanpa
penerangan yang memadai.
Setelah 15 menit berlalu, aku memutuskan
untuk mendatanginya lagi.
"Kamu mau di sini
terus?", tanyaku, dengan nada yang agak serius.
"Kok kamu masih di
sini?" , jawabnya heran.
"Iyalah, masa
ninggalin cewek di tempat kaya gini, mana ojek yang kamu pesan gak
dateng-dateng lagi." , jawabku sembari meminum air putih yang tadi kubeli
sewaktu berangkat ke taman.
Dia terdiam, tanpa sepatah kata mencoba
membalas perkataanku tadi.
"Gimana?, ayo
bareng sama aku aja, gak bakal nakal kok janji, lagian kasihan orang tuamu udah
nunggu kamu di rumah."
"Janji ya gak
aneh-aneh."
"Santai aja, yukk
gassss."
Malam itu adalah malam yang berbeda.
Gejolak yang sempat memudar, kini muncul lagi. Namun, kali ini lebih hebat dan
lebih kuat. Akhirnya, aku mendeklerasikan di hati,bahwa aku sungguh menyukai
perempuan ini.
Setelah sampai di rumahnya, dia bergegas
turun dan buru-buru masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata
kepadaku.
"Eh, main tinggal
aja, ndak ada ucapan terima kasih gitu?"
Dia mengalihkan pandangannya lagi kepadaku
dan segera menghampiriku kembali.
"Makasih ya udah
mau nganterin aku. Maaf juga udah ngira kamu orang jahat."
"Emang mukaku kaya
orang jahat ya?" , jawabku pelan sedikit menahan tawa.
”hehehehehe, enggak
kok.” , balasnya sambil sedikit tertawa
”Yaudah aku pulang dulu
ya. Titip salam buat orang tuamu.”
"Iya, hati-hati di
jalan."
"Siap sayang, eeh
keceplosan."
"Hahhhhh?" ,
ucapnya sambil tersenyum malu.
Sejak saat itu, aku tau rumahnya. Yapss,
Jalan Merpati No 56 Blok M. Sungguh hal yang tak akan kulupakan. Walaupun belum
sempat menanyakan namanya, tapi berbicara dengannya saja sudah cukup bagiku.
Entah apa yang merasukiku setelah itu, aku jadi sering senyum-senyum sendiri,
ketika aku coba mengingat kembali momen bersama perempuan ini.
Hari Minggu pun tiba, waktunya bagiku untuk
beribadah di gereja. Seperti biasa, aku mengikuti ibadah di sore hari
sendirian. Tempat duduk pojok kiri paling belakang adalah kursi favoritku. Selain
dekat dengan kamar mandi, kursi tersebut membuatku nyaman ketika beribadah,
mungkin karena pribadiku yang terlalu introvert sehingga ingin agak jauh dengan
jemaat lainnya.
Setelah selesai ibadah, aku langsung bergegas
keluar. Tanpa disengaja aku menabrak seorang perempuan. Barang-barang yang
dibawanya pun jatuh berantakan. Ternyata perempuan yang aku tabrak tadi adalah
wanita yang aku temui dan aku bonceng beberapa waktu yang lalu. Aku langsung
minta maaf kepadanya, karena benar-benar tidak melihatnya, juga karena pada
waktu yang sama aku ditelepon salah satu temanku
"Kita bertemu
lagi. Maaf ya tadi aku nggak liat." , ujarku sembari membantu merapikan
barang-barangnya yang jatuh.
" Iya
Gapapa."
"Oiya, nama kamu
siapa? soalnya kemaren aku lupa nanyain."
"Namaku
Kayra" , jawabnya pelan.
" Oke kayra,
sekali lagi aku minta maaf ya."
"Iya gapapa, aku
juga minta maaf. Aku pergi dulu ya."
"Oke,
hati-hati." , balasku sembari memalingkan pandangan.
Sore itu aku tidak langsung pulang ke
rumah. Aku menyempatkan berbicara kepada semesta, karena olehnya aku
dipertemukan kembali dengan perempuan itu. Bersama rintik kecil yang kian lama
semakin deras, aku terus mengingat namanya "Kayra". Di langit yang
kau tatap, selalu ada doa yang kutitipkan kepadaNya. Dia adalah wanita yang membuatku
jatuh cinta, dia juga wanita yang berhasil membuatku bertanya-tanya “Apakah ini
nyata?”. Gugusan rasa yang masih kelabu ini terus hadir, membawakan satu tugas
berat untuk hati yaitu memilikinya.
Kini selalu kunantikan hari Minggu. Jujur,
selain menghadap Tuhanku, juga untuk melihat lagi perempuan itu. Selalu kucari
informasi tentang dirinya, seputar hidupnya yang dapat kuselami. Setelah lama
mencari, akhirnya aku mendapatkan informasi. Ternyata dia adalah anggota paduan
suara di gerejaku. Namanya adalah Kayra Amelia. Dia adalah orang Jakarta yang
ikut orang tuanya pindah ke Solo. Suatu pekerjaan mengharuskan ayahnya untuk
pindah. Jadi, dia dan seisi keluarganya harus ikut.
Ketika ada acara kepemudaan gereja di Magelang,
aku ikut andil dalam kegiatan tersebut. Berharap, selain mendapat lingkaran
pertemanan yang luas, juga bisa bertemu dengan perempuan itu. Hari Rabu pun
tiba, kami semua berkumpul untuk pembagian tempat duduk di bus. Namun, seketika
hatiku kecewa, karena setelah kucari, aku tidak menemukan namanya di daftar
nama peserta yang ikut kegiatan tersebut. Sedih? pasti , tapi kucoba menghibur
diri. Berharap acaranya bakalan seru, karena rata-rata semua yang ikut seumuran
denganku. Setidaknya aku bisa membaur dengan mereka, semoga. Akhirnya, namaku
pun dipanggil dan aku mendapatkan kursi di bagian tengah. Aku duduk sendirian,
karena semua duduk dengan orang yang mereka kenal sebelumnya. Iya tepat sekali,
aku orang yang kurang aktif dalam kegiatan di gereja. Jadi, mungkin cuma
pendetaku saja yang mengetahui keberadaanku.
Ketika jam menunjukkan pukul 09.00 WIB,
kami pun akan segera berangkat. Panitia pun sudah meminta kita semua untuk
berdoa. Namun, di tengah kita akan memulai berdoa, ada seseorang yang naik ke
dalam bus. Dengan wajah yang kelihatan lelah dia meminta maaf kepada panitia karena
keterlambatannya. Ternyata, seseorang tersebut adalah perempuan itu. "
Tapi kenapa dia ikut?" , pikirku. Setelah dikonfirmasi lagi, nama yang
tertera dalam daftar peserta itu salah. Di daftar nama peserta, tertulis Kayla
Abertia yang mana seharusnya adalah Kayra Amelia. Kemudian, dia disuruh duduk
bersebelahan denganku, karena hanya itu satu-satunya kursi yang kosong dan yang
tersisa.
"Lho, kok ada
kamu?" , tanya perempuan itu heran.
"Lha emang kenapa?
aku gaboleh ikut?", tanyaku balik.
Tanpa sepatah kata menjawab pertanyaan
dariku, dia pun langsung duduk dan meletakkan barang-barangnya. Panitia meminta
lagi kita semua untuk berdoa. Dalam doaku, aku berterima kasih kepadaNya,
sungguh hal yang luar biasa dan di luar dugaan. Lagi dan lagi, aku kembali
dipertemukan dengannya, wanita yang kini telah membuatku tau arti jatuh cinta.
Semesta juga telah mengizinkanku, untuk dalam beberapa jam ini untuk duduk
dekat dengannya.
Setelah sampai di tempat acara, panitia
bergegas melakukan pembagian kamar. Kegiatan ini akan dilaksanakan dan berlangsung
selama satu minggu. Jadi, mereka berharap agar kita bisa saling mengenal satu
sama lain. Setidaknya teman satu kamar kita yang mana akan diisi oleh 4-5
orang.
Hari pun berganti malam, tidak ada niat
buatku untuk mengajak berkenalan. Entah, mungkin sikap introvertku yang sudah
terlalu akut, mungkin juga sifat pemaluku yang tak kalah ikut. Satu-satunya hal
yang ingin aku lakukan malam itu, hanyalah duduk di atas rumput hijau ditemani
secangkir teh hangat, menatap langit yang kala itu ditebari ribuan bintang. Ini
adalah momen terbaikku, momen terbaikku untuk menulis. Ya menulis. Semua hal
yang aku lalui hari ini, selalu aku tuangkan dalam tulisan.
" Hai, apa
kabar?" , ini pesan untukmu.
Dalam diam, aku
memandangmu
Mencoba mengartikan
rasa yang ada dalam diriku
Meskipun sekarang aku
hanyalah orang asing yang duduk di sudut ruangan
Namun namamu akan
selalu ada dalam genggaman
Lihatlah bintang malam
ini
Bersama tapi tak saling
mengenali
Kuharap kita tak begitu
Bagai dua warna di
antara abu-abu
Menunggu waktu,
memastikan kita akan bersatu.
Di tengah aku menulis, tiba-tiba ada
seseorang datang dari belakang dan dia langsung duduk di sebelahku. Ternyata
dia adalah perempuan itu.
"Sedang apa kamu
di sini, kok sendirian?"
"Gak
ngapa-ngapain, cuma mau nikmatin suasana di sini aja ." , balasku sambil
menolehkan pandangan ke arahnya.
"Oh begitu."
"Lha kok tiba-tiba
ada di sini?" , tanyaku kepada perempuan itu.
"Niatnya sih mau
jalan-jalan, eh liat kamu di sini yaudah aku samperin. Ternyata di sini juga
nyaman." , jawabnya sambil tersenyum manis ke arahku.
"Oh
begituuu.", balasku meledek.
"Ih kamu." ,
jawabnya sambil tertawa
"Mau teh anget?
aku ambilin."
"Boleh."
Malam itu menjadi malam di mana aku mulai
dekat dengannya. Hanya dia seorang yang aku kenal sampai detik ini. Bahagia?
tentu. Malam berbintang kita nikmati berdua. Dengan secangkir teh hangat di
tangan masing-masing, kita berbalas-balasan dan saling melontarkan candaan.
Nyaman dan sederhana adalah kata yang bisa aku berikan untuk malam itu.
Setelah membaca cerpen ini saya jadi semangat belajar!
ReplyDeleteSetelah membaca cerpen ini saya jadi semangat belajar!
ReplyDeletetetap semangat ya
Deletewuaaaa😍😍
ReplyDeleteTerima kasih
Delete